Dia Sangkalana.
Dialah pengembara waktu.
Selalu saja dia menyusup
di antara detik-detik yang berkejaran tiada henti.
Terkadang,
dapat kubaca samar air wajahnya di antara pemberhentiannya,
namun tak dapat ku terka isi pikirannya.
Sangkalana,
dia selalu datang menjelma dalam mimpi-mimpiku.
Memenuhi lembar-lembar catatanku
dengan kisah-kisah tentang langit dan dewata.
Dia juga melukisi kanvas-kanvasku
dengan gambar-gambar bumi dan manusianya.
Sangkalana namanya,
selalu hadir dalam kabut yang turun perlahan saat cahaya memudar.
Melintasi kota-kota dengan rona senja yang berbeda.
Sangkalana,
selalu berjalan ke segala penjuru,
memulai lembar-lembar pengembaraannya yang lain.
Malam ini Sangkalana mengirimkan rintik yang melagukan keindahan yang dirahasiakan.
Tekadku pun membulat,
aku akan mendekapnya yang singgah dalam potongan mimpiku
dan berbisik pelan:
"bawalah aku dalam pengembaraanmu yang lain."
Dialah pengembara waktu.
Selalu saja dia menyusup
di antara detik-detik yang berkejaran tiada henti.
Terkadang,
dapat kubaca samar air wajahnya di antara pemberhentiannya,
namun tak dapat ku terka isi pikirannya.
Sangkalana,
dia selalu datang menjelma dalam mimpi-mimpiku.
Memenuhi lembar-lembar catatanku
dengan kisah-kisah tentang langit dan dewata.
Dia juga melukisi kanvas-kanvasku
dengan gambar-gambar bumi dan manusianya.
Sangkalana namanya,
selalu hadir dalam kabut yang turun perlahan saat cahaya memudar.
Melintasi kota-kota dengan rona senja yang berbeda.
Sangkalana,
selalu berjalan ke segala penjuru,
memulai lembar-lembar pengembaraannya yang lain.
Malam ini Sangkalana mengirimkan rintik yang melagukan keindahan yang dirahasiakan.
Tekadku pun membulat,
aku akan mendekapnya yang singgah dalam potongan mimpiku
dan berbisik pelan:
"bawalah aku dalam pengembaraanmu yang lain."
[Suatu Hujan Rintik, 2011]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar